Wanita
Pengubah Depan
Oleh: Fatmawati
“Uwek,
Amay, Ulaw tidak ingin menikah, Ulaw belum siap sama sekali dengan pernikahan”
ucapku memberanikan diri, Amay menarik nafas panjang lalu menghembuskannya
dengan sangat pelan sampai-sampai tak terdengar sama sekali, seraya berkata
“Ulaw
ini adalah adat istiadat suku kita, Ulaw harus mengerti itu.”
Mataku mulai
berair tapi tak sanggup menangis
“Amay
adat istidat macam apa ini, mengapa ada adat seperti ini? Mengapa Ulaw harus
menikah dengan cepat?” jawabku pilu sepilu-pilunya.
“Ulaw
ini sudah menjadi Tradisi suku kita sejak jaman nenek moyang dulu, Uwek dan
Amay juga seperti itu.” Jawab Amay yang mulai kesal melihat anaknya yang keras
kepala. Uwek membenarkan ucapan Amay dengan menganguk pelan. Amay lalu pergi dari
kamarku.
“Uwek, kenapa Ulaw harus menikah
secepat ini, Ulaw masih ingin belajar membaca, Ulaw tidak ingin menjadi istri
Lang Tui” rengekku kepada Uwek dan mulai menangis
“Uwek
sebenarnya tidak rela, melihat Ulaw menikah. Tapi Uwek lebih tidak tega lagi
melihat Ulaw menerima hukuman dari kepala suku”jawab Uwek dengan nada penuh
kebimbangan “Uwek tak bisakah Uwek dan Amay menolak lamaran Lang Tui” Pintaku
sambil menangis tersedu-sedu, tanpa menjawan Uwek berlalu meninggalkan aku
dikamar ini,aku terus-terus berfikir bagaimana caraku agar tidak menikah di
usia muda, aku pun teringat kepada Yurike, Guruku membaca dan menulis, orang
yang paling cerdas di Long Berini.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali
aku menemui Yurike tanpa sepengetahuan Uwek dan Amay, sesampainya disana aku
melihat Yurike sedang membersihkan rumahnya.
“Yurike..”
teriakku dengan lantang
“eh
Ulaw, sedang apa Ulau pagi-pagi benar kemari?”Yurike sedikit kaget dengan
kehadiranku
“Yurike,
bolehkah aku meminta pendapatmu?” tanyaku dengan cepat
“
pendapat, naiklah kemari, kita akan bercerita disini” jawabnya sambil
mengayunkan tangannya keatas memberi isyarat agar Ulaw naik kerumanya
“uhh
Yurike, apa pendapat Yurike mengenai menikah muda?” tanyaku dengan napas
terseok-seok, Yurike berubah eksperesi menjadi tegang.
“apakah Ulaw yang akan menikah?” tanyanya
“iya,
Yurike hanya saja Ulaw tidak ingin menikah, Ulaw belum siap” wanita muda nan
cantik jelita itu menggaruk-garuk rambutnya yang kemerahan.
“Menurut Yurike sebenarnya, menikah
muda tidaklah baik.Apalagi seusia Ulaw, Ulaw sepertinya masih berusia sekitar
enam belas tahunan. Masih terlalu muda untuk menikah” jawabnya lalu tersenyum
sambil memperlihatkan gigi gingsulnya yang putih.
“tentu
saja Yurike, lalu bagaimana kalau ini sudah menjadi adat istiadat di Long
Berini?” tanyaku gundah
“
apa? Adat seperti apa yang memerintahkan Anak gadis harus menikah muda?” Yurike
kesal mendengar kenyataan
“benar
Yurike, adat suku kami mengharuskan gadis yang telah halangan harus segera
menikah” jawabku penuh rasa kecewa, belum sempat Yurike menjawab tiba-tiba Aku
melihat Amay datang
“Ulaw pulang kau cepat, gadis kurang ajar
”
Amay kesal padaku, tak ingin melihat Amay lebih marah lagi aku bergegas lari
pulang.
Pikiranku melayang-layang saatku
dapati diriku telah bersiap menerima lamaran Lang Tui, Uwek menyuruhku
menggunakan Ta’a atau baju adat dayak yang penuh dengan manik-manik yang biasa
digunakan saat hari-hri besar
“Uwek
kenapa Lang Tui memilih Ulaw sebagai isterinya?” tanyaku berlinangan air mata
“Uwek
juga tidak tahu, tapi Uwek bersyukur lang Tui lah yang melamarmu bukan orang
lain, Lang Tui adalah orang terpandang disini, hidupmu tidak akan susah lagi
seperti Amay dan Uwek “ bela Uwek mencoba menghibur
“Uwek,
Ulaw tidak akan bahagia bersama dengan Lang Tui, jangan biarkan Lang Tui
melamar Ulaw” aku menangis sejadi-jadinya
“Ulaw
sudahlah jangan seperti anak kecil” Uwek mulai kesal melihat tingkah laku Ulaw,
diam-diam Uwek menangis melihat anak gadisnya menderita.
Dari kejahuan terdengar suara musik
gambus ciri khas pelamaran atau acara besar di Long Berini
“Ulaw
cepat keluar Lang Tui sudah datang” teriak Amay dari luar, tanpa menjawab aku
langsung beranjak keluar
“Tak
terasa kao sudah besar sekarang Ulaw, bahkan sebentar lagi menjadi istriku”
bisik Lang Tui di telingaku
“Baiklah
kita mulai saja acara lamaran kali ini” teriak ketua adat kami sambil
menggandeng tanganku dan tangan Lang Tui
“Baiklah
hari lamaran kali ini keluarga dari Ulaw dipersilahkan meminta mahar sebelum
menikah nanti” pinta Ketua adat, yang langsung disorak-sorak dengan gembira
oleh beberapa orang
“Kami
sekeluarga memutuskan meminta dua buah guci ukuran besar dan tiga buah mandau
dengan bahan batu montalat, tak lupa empat pasang Ta’a dengan bahan sutra,
sanggupkah?” jelas Amay dengan tegas, dahi Lang Tui yang keriput semakin
mengkerut mendengar mahar yang diajukan oleh Amay
“baiklah
tapi Ulaw harus mengandung ditahun pertama pernikahan kami” Lang Tui mengajukan
syarat.
Mendengar syarat yang diajukan oleh
Lang Tui hatiku hancur, dan memberanikan diriku untuk berbicara.
“U
u Ulaw tidak ingin menikah” ucapku gugup, tubuhku bergetar hebat jantungku
berdetak cepat “heei sadarkah kau apa yang barusan kau katakan?” teriak Lang
Tui yang heran bukan kepalang mendengar ucapanku
“Ulaw
sadar, sangat sadar bahkan, Ulaw tidak ingin menikah dengan laki-laki yang Ulaw anggap seperti Amay Ulaw sendiri.Lagi
pula Lang Tui sudah memiliki istri dan anak, Neul istri Lang Tui sudah Ulaw
anggap seperti Uwek, begitu juga dengan Awing sudah menjadi sahabat dan saudara
Ulaw sendiri” ucapku sedikit terbata-bata, kulihat ekspresi Uwek dan Amay yng
memerah entah karna malu atau marah.
“maafkan Ulaw Lang Tui, dia hanya
bercanda” kata Amay dengan nada sedikit marah dan malu
tanpa berkata
apa-apa lagi Lang Tui langsungpergi dari rumahku.
“apa
yang kau lakukan barusan Ulaw?”kata Uwek dengan halus.
“Ulaw
hanya mengatakan apa yang mesti Ulaw katakan. Ulaw tidak mungkin menikah dengan
lelaki semacam Lang Tui.” Belaku kepada Uwek.
“Dasar
gadis jalang tidak tau untung, seharusnya Ulaw bergembira mendapat lamaran dari
Adik Sang kepala Suku, bukan menolaknya dengan kasar. Apa Ulaw bisa menjamin
Ulaw bisa hidup nyaman jika tidak hidup bersama Lang Tui.”
Sergah Amay
dengan kasar. Aku hanya terpaku pilu mendengar ucapan Amay yang keterlaluan.
Berhari-hari aku mendengar
desas-desus mengenai kejadian hari itu, hingga Uwek jatuh sakit mendengar
setiap berita yang beredar tentang aku, Lang Tui dan kedua orangtuaku yang
dikatakan tidak becus dalam mendidik anak gadisnya, Aku memutuskan untuk
menemui Yurike lagi. Sesampainya dirumah Yurike, Yurike menyambut dengan hangat
kedatanganku, bagiku Yurike adalah sosok yang hebat, melebihi kepala suku
meskipun beliau bukan asli suku kami, beliau datang dari kota, pernah
bersekolah dan belum menikah.
“Yurike
apakah Yurike mendengar berita disini” tanyaku sedih
“Tentu
sudah Ulaw, Yurike ikut prihatin atas musibah yang telah menimpa Ulaw” kata
Yurike dengan nada menyedihkan,
“Yurike
apa yang harus Ulaw lakukan, Lang Tui tetap akan menikahi Ulaw” tanyaku penuh
dengan kehancuran
“Ulaw
harus kuat, Ulaw tidak boleh menyerah, Ulaw anak yang cerdas, masa depan Ulaw
masih panjang. Jangan pernah biarkan Lang Tui menghancurkan impian Ulaw itu”
kata Yurike penuh semangat.
Aku setuju dengan pendapat Yurike
bahkan sangat setuju
“Tapi
bagaimana cara Ulaw menolaknya, Amay akan marah besar kepada Ulaw” pikirku
hampir gila
“Sebaiknya
Ulaw katakana semua maksud Ulaw itu kepada kepala suku dan Lang Tui” Yurike
menyarankan, aku berpikir sejenak membayangkan apa yang akan terjadi bila aku
menemui kepada suku dan Lang Tui seorang diri
“Yurike
bisakah Yurike menjelaskan mengapa seorang gadis tidak boleh menikah muda?”
tanyaku kepada Yurike
“Yaah
seorang wanita memiliki suatu sel yang bernama sel telur, sel telur akan siap
dibuahi jika usia wanita berkisar dua puluh tahun keatas” jelas Yurike
“Jadi
maksudnya sel telur Ulaw belum siap dibuahi?” tanyaku semangat seperti
menemukan harta karun peninggalan nenek moyang
“Iya
benar, dan hal itu bisa menyebabkan anak yang Ulaw lahirkan menjadi cacat atau
premature, seperti kebanyakan wanita di Long Berini atau bahkan bisa
menyebabkan Uwek sang anak meninggal karna belum mampu melahirkan” tukas Yurike
dengan kecerdasan luar biasa yang ia miliki.
Setelah mendengar ucapan Yurike tadi
aku langsung yakin untuk menemui Lang Tui dan kepala suku, aku melangkah pasti
menuju lamin milik Lang Tui dan Kepala suku,. Aku telah berdiri didepan lamin
milik Kepala suku, aku melihat Lang Tui melambaikan tangan member isyarat
masuk, akupun masuk melangkah dengan mantap memasuki Lamin. Didalam aku
menjelaskan semua yang Yurike ajarkan padaku, tak lama berselang kepala adat
menyuruhku memanggil Yurike untuk datang kelaminnya.
Tanpa menunda
aku langsung memanggil Yurike yang kala itu sedang mengajari anak-anak didesa
kami membaca, mendengar namanya dipanggil, yurike segera menghadap kepada
kepala suku bersama denganku.
“Yurike apa yang
kau katakan pada anak ini” kata kepala suku seraya menunjukku
“Aku hanya
mengajarinya mengenai kesehatan reproduksi, dimana usianya yang masih muda
sangat rentang jika harus dinikahkan”
“bagaimana kamu
tahu soal itu, apakah benar itu yang membuat banyak wanita disini meninggal di
usia yang tergolong muda”
“Aku seorang
Bidan yang ditugaskan didaerah ini, iya benar wanita disini sangat rentan
lantaran harus melahirkan diusia muda bukan hanya membahayakan si ibu, hamil
muda juga menyebabkan si bayi dalam bahaya karna si ibu tidak tahu cara merawat
dan melahirkan”
“jadi apa
pendapatmu jika ini sudah menjadi adat istiadat Yurike?”
“untuk apa kita
mempertahankan suatu adat istiadat yang sebenarnya tidak mendatangkan
keuntungan melainkan mendatangkan mara bahaya bagi kita, seharusnya adat
istiadat harus mendatangkan suatu kebaikan agar calon-calon penerus bangsa kita
dapat hidup dengan baik dan ahlak yang baik pula”
Mendengar ucapan
itu kepala suku hanya mengangguk-ngangguk lalu tak lama berselang kepala suku
keluar dari lamin, aku dan Yurike menyusul dibelakang, kepala suku langsung
memanggil seluruh warga untuk berkumpul.
“hari ini adalah
sejarah, karna hari ini saya mengetahui apa sebenarnya yang harus saya kerjakan
sebagai ketua suku, mulai hari ini saya nyatakan Adat istiadat yang
mengharuskan anak perempuan yang telah halangan harus menikah saya hapuskan
karena beberapa sebab yang akan mendatangkan bencana bagi kampong kita
tercinta” ucap kepala suku dengan semangat menggebu-gebu. Ucapan yang membuat
kami semua senang dan terharu. Akhirnya Yurike menjadi Dokter sekaligus Guru
dikampung kami, banyak sekali perubahan yang Yurike berikan bagi kampung kami.
Kami sangat bahagia berkat kehadiran
Yurike semua pola pikir kami yang dahulunya sangat terbatas kini berkembang
semakin baik, pengamdian Yurike bertahan hingga belia tutup usia, dan aku
menggantikan posisi yurike menjadi seorang guru. Terima kasih Yurike.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar