IMPIAN, USAHA,
DAN CINTA
Oleh: Ida Maranatha
Saat terik membakar
tubuh gadis remaja yang beranjak dewasa ini. Gadis manis bernama Estereline
Veronica, penuh dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Pengumuman kelulusan yang
telah berhasil digenggamnya, membuatnya tak merasakan panasnya matahari. Gadis
yang kerap dipanggil relin pulang dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan.
Sesampainya dirumah ayah dan bundanya menyambutnya penuh dengan cinta.
“Yah, Bun Relin lulus!”
teriak Relin sembari berlari menyambut kedua orangtuanya dan memeluknya.
“ Yah, hebat putri kita
satu ni!” tutur sang bunda dengan mata berkaca-kaca.
“ Wah bagus dong
berarti udah bisa nih ayah nikahin. Ada sahabat ayah yang punya anak
laki-laki!” ujar saya ayah senang.
“Apa Reline mau
dijodohin? Astaga ayah, ini tahun 2014, Reline masih muda umurnya juga baru 17
tahun. Relin juga mau kuliah dan kerja!” kata Reline dengan penuh rasa terkejut
tak membayangkan ayahnya akan menjodohkannya secepat itu.
“ Walah nduk, ya ndak
usah muluk-muluk! Toh nantinya cewek juga bakar kerja di dapur, ngurus suami,
ama ngurus anakkan! Yah nggak usah kuliah tinggi-tinggi lah!” ujar sang ayah
dengan santainya.
“Ayah… Relin tuh bukan
pekerja rumah tangga, lagi pula Relin juga mau sekolah tinggi-tinggi. Relin gak
mau dipandang sebelah mata dong. Bun, belain Relin dong!” kata Relin yang
tengah berdebat dengan sang ayah sambil memohon pertolongan sang bunda.
“Yah, apa gak sebaiknya
relin kuliah dulu. Toh jaman sekarang sudah maju wanita juga harus mandiri jadi
gak ngumpet diketiak laki terus kalau nantinya sudah menikah!” bujuk sang Bunda
pada Ayah.
“Pokoknya gak ada
tapi-tapian. Ayah akan mengatur pertemuan dengan sahabat ayah, paham?” bentak
sang Ayah.
Relin pun berlari
kekamarnya dan membanting pintu. Air mata mengalir dengan derasnya membasahi
kedua pipinya. Relin bergerak memeriksa uang tabungannya yang bernilai lumayan
8 juta. Relin yang bertempat tinggal di Balikpapan ini akhirnya memutuskan
untuk pergi dari rumah. Ia keluar melihat ayah dan bundanya tak berada dirumah.
Ia secepat mungkin mengepas barang-barangnya dalam kopernya. Ia memutuskan
untuk membuktikan pada ayahnya bahwa wanita juga butuh pendidikan yang tinggi
tidak hanya laki-laki.
Relin pun memutuskan
naik angkot menuju terminal batu ampar. Ia memeriksa sisa uang tunai yang ada
didompetnya. Dan hanya tersisa 500 ribu, relin yakin dan percaya diri dia bisa
bertahan dengan uang yang dimilikinya, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
Tak terasa macet yang memperlambat lajunya bus yang mengantarnya ke samarinda
membuat perjalan terhambat setengah jam. Penat rasanya badan walau angin malam
serasa memberikan kesegaran yang tak lagi dapat dirasakannya. Ia bingung kemana
harus menginap malam ini saudara , teman, ataupun kerabat tak ada satu pun
disamarinda. Ia kembali menaiki angkot hijau tak tahu mau kemana.
“Pak, daerah dekat
kampus keguruan UNMUL yang banyak kos-kosan wanita disekitar sini dimana pak?”
Tanya relin dengan wajah penuh kebingungan.
“Wah, kalo kosan mah
banyak non maunya dimana?” Tanya supir kembali.
“Saya tak tahu pak!
Saya orang baru disini!”jawab Relin masih dengan wajah yang tambah bingung.
“Nak, ibu punya
kos-kosan dekat sini dibanggeris, dekat dengan kampus UNMUL. Kalau kamu mau ikut
ibu! Potong seorang ibu salah satu penumpang angkot.
Eksperisi senang yang
tak dapat ditutupi terlihat jelas diwajah relin. Relin sangat bersyukur bertemu
ibu tersebut. Kepanikan diwajah relin mulai berkurang. Tak terasa waktu lima
belas menit telah berakhir, mereka turun di jalan banggeris. Relin dan si ibu
yang baru dikenalnya berjalan menapaki jalan banggeris. Saat mereka berbelok ke
dalam gang kecil dan tiba disebuah rumah tak lama kemudian. Relin menghebuskan
napas dengan penuh kelegaan, tak sabar rasanya relin ingin segera melepas penat
dan letihnya. Ibu kos tersebut menunjukkan kamar yang masih kosong. Relin
memasuki kamar tersebut, walau tak sebesar kamar dirumah ayahnya. Namun, ia
sudah selangkah lebih maju untuk mendapatkan mimpinya. Relin tak bisa memungkiri rasa senangnya, ia
tahu cara yang digunakannya salah. Namun, ia tak tahu bagaimana menjelaskan
pada ayahnya yang memiliki sifat yang sama keras kepala dengan dirinya. Relin
tak mau memikirkan hal itu sekarang, ia tahu kedua orang tuanya pasti bingung
mencari-carinya. Relin mengeluarkan barang-barangnya dan merapikannya, lalu
pergi kekamar mandi melepas penat dari tubuhnya. Tak lama kemudian Relin tidur
untuk melepaskan masalah yang harus dihadapinya.
***
Sinar matahari yang
masuk dicelah-celah horden menyilaukan mata Relin. Relin merapikan kamarnya dan
keluar sambil memikirkan apa yang harus dilakukannya kemudian. Relin sadar ia
harus bekerja tak mungkin ia bertahan dengan berpegangan pada uang yang hanya
sedikit. Melihat kesulitan yang terlihat jelas diwajah anak kosnya membuat ibu
kos bertanya.
“Kenapa relin kok
kayaknya banyak pikiran?” Tanya ibu kos dengan lembut.
“Ini bu, relin bingung
harus cari kerja dimana!” ujar relin bingung.
“Relin mau kuliah apa?”
Tanya ibu kos
“FKIP bu, tapi yang
PGSD!”jawab relin.
“Kalau relin ngajar
anak ibu yang masih SD Lexa, relin mau? Nanti gajinya 350 ribu perbulan
seminggu 3 kali. Bagaimana?” Tanya Ibu Kost.
“ Mau ibu. Kapan
mulainya?” Tanya relin dengan wajah penuh kegembiraan.
“Kalau mulainya besok,
jadi seminggu cuma hari senin rabu dan jumat. Nah, untuk hari selasa, kamis,
dan sabtu, Relin kan bisa cari kerja yang lain. Gimana setuju gak?”tanya ibu
memberikan ide.
Relin memulai harinya
dengan penuh keceriaan. Sambil mengajar les privat relin juga bekerja membantu
ibu kost dalam usaha kateringnya. Lumayan ia bisa mendapatkan upah 400 ribu
perbulannya. Ia akan buktikan ke ayahnya kalau ia bisa kuliah. Ia harus
membuktikan bahwa perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi.
Waktu terus berlanjut
tak terasa relin berhasil mengumpulkan uang sebanyak750 ribu. Lumayan untuk membayar biaya
kos 300 ribu, sisanya ia bisa menabungnya di bank. Sedangkan untuk masalah
makanan ia tak perlu khawatir karena Ibu kos selalu memasakkan lebih masakan
catering agar dapat dimakan relin. Relin sangat bersyukur dapat menyelesaikan
semua masalahnya. Tak ada lagi yang perlu dipikirkan.
***
Sebulan telah berlalu,
relin pun akhirnya mendaftarkan dirinya di bank untuk mendapatkan kartu peserta
tes smptn. Relin juga ke gramedia membeli buku untuk belajar tentang psikotes.
Relin memilih jurusan IPS dengan membayar 150 ribu. Relin mendaftarkan dirinya
di internet dan memilih prioritas pertama PGSD sedangkan yang kedua Manajemen.
Relin belajar dan bekerja untuk mempersiapkan dirinya pada saat tes smptn.
Relin sadar hanya kemampuan psikotes yang bisa diandalkannya. Pelajaran
Matematikan diakui bukan keahliannya.
Hari telah tiba tes
smptn pun akan dimulai. Relin mendapat tempat ujian di GOR 27 September Gunung
Kelua. Relin mengerjakan semua tes psikotesnya. Namun sayangnya, ia benar-benar
tidak dapat mengerjakan Matematika. Ia hanya dapat pasrah, namun pelajaran IPS,
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia mampu di kerjakannya. Ia pulang dengan
penuh doa dan harapan dapat lulus smptn di UNMUL.
Tak terasa waktu terus
bergulir, hingga pengumuman keluar secara online. Relin tak sabar ingin
melihatnya dengan jantung berdegub kencang dan tangan yang bergetar ia melihat
bahwa dirinya dinyatakan lulus smptn FKIP PGSD. Bulir-bulir air mata turun
membasahi pipinya yang indah. Ia telah selangkah lebih maju sekarang, tekad
dihatinya pun bertambah kuat. Relin bekerja dan mengikuti acara perkenalan
untuk anak MABA (Mahasiswa Baru) di Gunung kelua. Pakaian putih hitam pun telah
melekat ditubuhnya dengan penuh kebanggan ia mengikuti itu semua.
***
Sebulan Kemudian
September telah tiba,
kuliah pun mulai aktif berjalan. Relin bercermin tak henti-hentinya ingin
rasanya ia berteriak “AKU MAHASISWA SEKARANG”. Tapi tentunya itu tak bisa
dilakukannya. Ia hanya bisa menatap pantulan wajahnya dengan senyum penuh
kebanggaan, kepuasan, dan kegembiraan semuanya tak dapat dilukiskan dalam
bingkaian kata-kata. Relin keluar dari kamar dan pamit pada ibu kos.
Ia melihat kampusnya
dengan pandangan senang. Tapi, ia harus segera mendapatkan teman disini.
Tidak…. bukan teman tapi sahabat angguknya mantap. Namun ia sangat mengingat
kata-kata ibunya saat mereka pernah menonton drama korea tentang anak kuliah.
Dunia kuliah jauh berbeda dari masa SMA, dia harus pintar dalam berteman.
Mencari teman sesulit mencari jarum ditumpukkan jerami. Jika ia salah dalam
memilih teman, maka impiannya akan terganggu. Ia memasuki kelasnya, memilih
bangku yang paling belakang. Urusan belajar memang bangku paling belakang yang
nyaman dari SD sampai Kuliah tidak ada bedanya.
***
Waktu terus berjalan,
tanpa terasa ia telah menemukan seorang sahabat bernama Michele yang selalu
menemaninya sejak awal semester hingga akhir. Gadis yang berasal dari kota yang
berbeda dengannya adalah gadis yang dapat memahami pemikiran Relin. Michele
sangat mendukung impiannya. Masih diingatnya kata-kata Michele awal semester.
“Astaga, serius loh mau
dijodohin. Ya ampun, mereka khawatir kalo kau gak laku ya. Kayak kau gak bisa
cari sendiri ja. Lagipula kau kan masih muda!” kata Michele dengan wajah
terkejut saat ia menceritakan masalahnya.
“Kalo dibilang kolot
nggak kok, ayah ku gaul tuh, kalo dibilang pelit ato sekek dia royal kok. Tapi
kalau urusan pasangan gak berlaku deh peribahasa jodoh tak kan lari kemana. Dia
masih berpikiran kalau cewek tuh yah gak usah muluk-muluk sekolahnya”balas
relin.
Saat mereka tengah
asyik cerita, seorang pria mendatanginya dan meminta nomor handphone. Rilen merasa
tidak ingin memberikan nomornya. Namun saat pria itu meminta nomornya lagi di
facebook ia tetap tak memberikan. Tiba-tiba sms dari pria itu ada di HPnya.
Relin kesal bukan main, ia membaca sms pria itu.
“Hai aku, Dixon!Bisakah
kita berkenalan?” Tanya pria itu sesopan mungkin. Namun kesopanan tetap tak
mampu meluluhkan hati Relin.
“Tau dari mana
nomorku?” Balas relin dengan bertanya. Namun Dixon takut memberitahukannya. Ia
sering mendengar, relin memarahi teman-temannya yang memberikan nomornya pada
pria lain. Akhirnya Dixon membalas.
“Maaf untuk itu aku gak
bisa kasih tau. Aku tau kau pasti memarahinya!”balas Dixon. Dan itulah sms
terakhir malam itu.
***
Keesokan harinya, relin
pergi kuliah dengan wajab penuh kesal. Ia menceritakan masalahnya pada Michele.
Michele pun memberitahu bahwa dialah yang telah memberikan nomor Rilen. Bukan
main kesalnya Rilen. Namun Michele membujuknya dan akhirnya berhasil. Tiba-tiba
selembaran dari tas Michele jatuh yang bertuliskan pesan dari tantenya, kalau
ada yang mau mengecat rumah tantenya akan digaji. Rilen menanyakan pekerjaan
itu pada Michele. Michele ragu memberikannya.
“Rilen, pekerjaan ini
tuh pekerjaan cowok, cewek tuh pekerjaannya bukan ini ok! Aku tahu kau butuh
pekerjaan tapi bukan ini!” kata Michele menjelaskan.
“Hello, kau lama-lama
mirip ayahku yah. Cewek tuh gak gini gak gitu. Terus apa dong gunanya
perjuangan kartini. Sekarang tuh kernek Jakarta ada tuh yang cewek! Semua
pekerjaan tuh cewek bisa ok!” balas Rilen.
“Ok deh, tapi rumah
tanteku tuh besar. Emang sih semuanya udah disiapin kau cuma ngecat doang. Tapi
yakin loe?” Tanya Michele lagi.
“Percaya deh rumah
tantemua akan sebagus istana Barbie kalau aku yang ngecat!” jawab Rilen meyakinkan.
Selesai mengajar anak
ibu kostnya. Rilen pamit untuk pergi bekerja mengecat. Ia berhenti didepan
sebuah rumah yang besar. Ia memantapkan kakinya memasuki rumah tersebut.
Seorang ibu tua yang ternyata adalah pekerja rumah tangga menyambutnya dan
menanyakan maksud kedatangannya. Rilen menjawab untuk mengecat. Pembantu
tersebut mengantarkannya menemui pemilik rumah tersebut. Pemilik rumah
menujukkan bagian-bagian yang harus dicat. Saat Rilen tengah mengecat,
tiba-tiba seorang pria datang kerumah tersebut dengan wajah kesal dan
membantunya mengecat. Melihat itu, Rilen pun bertanya.
“Eh, ngapain loh
nyelonong masuk? Sana aku lagi kerja!”Usir Rilen dengan kesal. Mendengar suara Rilen
yang kesal, pemilik rumah pun mendatanginya dan melihat Dixon berada disitu.
“Loh Dixon ngapain?
Orang lagi kerja kok diganggu sih!” Tanya pemilik rumah yang tak lain adalah
ibunya Dixon.
“Ini nah ma, masa
pacarnya Dixon ngerjain pekerjaan cowok sih. Mama tahu cewek yang sering Dixon
certain Rilen!” kata Dixon dengan penuh kekesalan.
“Ih siapa yang jadi
pacar mu, maaf tante kami bukan teman apalgi pacar!” kata Rilen menjelaskan
pada ibunya Dixon.
“Ya sudah, nanti juga jadi
pacar. Dixon bantuin ya, tapi kamu gak mama gaji loh cumah Rilen aja!” kata
mamanya.
“Ok deh ma! Ayo sayang
kerja yang rajin jangan malas!” kata Dixon bukan main senangnya. Sedangkan hal
yang berbeda dirasakan Rilen. Rilen menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia
menginap dirumah itu karena besok adalah hari raya nyepi. Ia menyelesaikan
pekerjaannya dan tidur dikamar yang sama dengan pekerja rumah tangga tersebut.
Pembicaraan penting terjadi antara Dixon dan mamanya. Mamanya sangat setuju
Dixon pacaran dengan Rilen.
***
Matahari memunculkan
sinarnya menandakan hari telah pagi. Tiba-tiba seekor anjing dengan jenis
Golden Rotweiler membangunkannya dari tidur nyenyaknya.
“Wake up, sleeping
Beauty! Sarapan sudah disediakan!”kata Dixon dengan nada sayang.
Rilen merapikan
pakaiannya dan pergi meninggalkan Dixon. Rilen menemui tantenya untuk pamit.
Dan upahnya bisa dititipkan pada Michele. Dixon menatapnya dengan pandangan
penuh sedih. Dixon akan terus berusaha. Rilen sampai dikosannya dan membantu
ibu kosnya mengantarkan kateringnya. Besok adalah hari ulang tahunnya 3 Juni
1993 ia berharap bisa bertemu dengan ayah bundanya menunjukkan bahwa ia
berhasil kuliah dengan biaya sendiri. Malam itu, Relin terkejut Dixon datang
kerumahnya membawa blackforest dan menyanyikan selamat ulang tahun. Lebih
terkejut lagi saat dua sosok yang sangat dikenalnya tiba-tiba muncul dari
punggung Dixon. Rilen berlari memeluk bundanya.
“Rilen berhasil bun,
sebentar lagi naman Rilen akan bertambah gelar S.Pd dibelakangnya!” kata Rilen dengan
suara bergetar penuh air mata.
“Rilen maafin ayahmu
ini ya?” kata sang ayah.
“Rilen sudah lama
memaafkannya yah!” jawab Rilen. Rilen melihat Dixon yang tengah menatapnya sayang.
“Rilen, kita ngomong
berdua dulu ya!” pinta Dixon yang dijawab dengan anggukkan kepala Rilen.
“Rilen, kau mau tahu
siapa pria yang mau dijodohkan denganmu?” tanya Dixon.
“Thanks sebelumnya udah
kasih hadiah dengan membawakan kedua orang tua ku ke samarinda. Darimana kau
tau aku mau dijodohkan?” tanya rilen.
“Akulah pria itu, aku
juga tak mau dijodohkan sebelumnya. Aku ingin mendapatkan gadis yang berpikiran
modern. Aku sangat menyukai perjuanganmu. Karena itu aku jatuh cinta padamu
sekarang!” jawab Dixon.
“Tapi Dixon aku gak mau
diperlakukan wanita hanya perlu mengurus suami, anak, dan dapur. Kalau kau mau
wanita seperti itu. Menikahlah dengan pekerja rumah tangga!” kata Rilen menjelaskan.
“Tenanglah, aku juga
tak suka wanita yang hanya tahu angguk-angguk geleng-geleng, wanita yang tak
dapat diajak berdiskusi! Jadi apakah mulai sekarang kita pacaran?” Tanya Dixon.
“Ya!” jawab Rilen dengan
penuh nada yakin. Tanpa sadar suara berbunyi suit-suit ada dari kostannya dan
terlihatlah ibu kost, anaknya Lexa, bunda, ayah, dan mamanya Dixon menonton Rilen
dan Dixon layaknya layar tancap. Rilen yakin semua wanita berhak mendapatkan
apapun yang diinginkannya. Tergantung usahanya, dan tak ada pekerjaan yang
khusus pria atau wanita. Jika wanita bisa melakukannya maka lakukanlah. Oke,
Just do it girl!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar