Kamis, 08 Mei 2014

CERPEN PERHIMAP V



ZAINUN

Ciptaan : Rohmatus Soleha

“tapi dia itu perempuan, yang dia perlukan yaitu pintar di dapur dan punya sopan santun yang baik. Itu saja sudah cukup”. “sekarang bukan lagi zaman dimana perempuan hanya berdiam diri di rumah pak, biarkan Zainun mengejar mimpinya, mewujudkan cita-citanya”. Kata ibu sambil meletakkan piring di atas meja makan yang terbuat dari kayu dengan enam kursi di sisinya.
“Bapak tidak menyuruh zainun berdiam diri di rumah bu, bapak hanya tidak setuju kalau Zainun kuliah. Akan jadi apa kelak dia bu? Bagaimana nasipnya jika dia telah berkeluarga? Pokoknya bapak tidak setuju Zainun kuliah”. Kata bapak . kemudian ia pergi kedalam kamar.
            Zainun mendengar percakapan kedua orang tuanya dari dalam kamar. Zainun sangat binggung dengan keadaan saat ini, ia sangat ingin melanjutkan pendidikan di luar daerahnya dapat terwujudkan. Keluarga zainun bukanlah keluarga yang mempuyai pemikiran yang kolot. keluarganya termasuk salah satu keluarga terpandang di desanya. Tetapi di keluarga besarnya pamali seorang perempuan pergi  keluar dari desanya seorang diri. Tapi Zainun bersikeras agar dapat menimba ilmu yang lebih tinggi lagi di ibu kota provinsinya. Entalah Zainun seperti kesurupan akan keinginannya itu, ia seperti sudah memasang tameng besi di telinganya, baginya tak masalah seorang perempuan pergi keluar daerahnya asal mempunyai  tujuan yang jelas.
“Pak.. Andi… Zainun… makanannya sudah siap” pangil Ibu.
Zainun keluar dari kamarnya,  “iya bu..” kata Zainun sambil menarik kursi untuk duduk. Tidak lama kemudian Andi sang kakak dan Bapak duduk juga di meja makan. “Inun …, tidak baik melamun terus”. Kata Andi yang membuat Zainun kaget, Zainun menoleh lalu tersenyum. “ kakak mau Inun ambilkan nasi ?” Tanya Zainun mengalihkan pembicaraan. “iya boleh” kata Andi. “ Inun, bantulah ibumu mengurus rumah, jangan berada dalam kamar terus” kata bapak. Zainun hanya menggangguk dengan tatapan kosong.

“sudah-sudah , ayo kita makan. Ibu sudah memasakkan sayur lodeh kesukaan kalian” kata ibu.
“terimakasih ya bu.. “ kata Andi sambil tersenyum. Mereka makan bersama, Zainun makan, tetapi tatapannya kosong.
“inun tetap mau kuliah” kata Zainun yang tiba-tiba berhenti makan. Adi dan Ibu tersedak mendengar kata-kata Zainun. “bagaimana bisa seorang Zainun bapak berani membuat makan keluarga ini menjadi tidak nyaman” kata bapak ambil menahan amarah. “Bapak,inun mau kuliah, inun ingin menjadi pengajar” kata Zainun dengan air mata yang mulai mengalir. “Inun, Bapak sudah berulang kali mengatakan TIDAK. Bapak tidak mengizinkan inun pergi dari kampung ini seorang diri” kata bapak dengan marahnya.
“inun sudah membaca pengumuman inun di terima  di universitas negeri di samarinda, tanggal 2 september nanti perkuliahan sudah akan dimulai. Besok inun akan berangkat bersama Lastri” Kata Zainun sambil terus mengusap air matanya yang tak mau berhenti.
“ZAINUN AL ZAHRA” kata Bapak. Jika Bapak telah memanggil  nama Zainun  secara lengkap maka Bapak telah marah sampai pada puncaknya. “Bapak dan keluarga besar telah membicarakan hal tersebut. Tetapi keluarga besar kita tidak setuju kamu kuliah di luar kota” kata Bapak dengan nada tinggi. “yang tidak setuju Zainun kuliah adalah keluarga besar kita kan? Apa dengan menuruti kemauan keluarga besar kita, mereka akan membantu Inun menggapai cita-cita Inun? Apa mereka mau membiayai hidup Inun? Tidak kan pak ?” Zainun semakin kesusahan menghapus air mata yang tidak mau berhenti.
Bapak berdiri meninggalkan meja makan. “ hari kamis nanti keluarga Ikram akan datang kemari” kata bapak sambil terus berlalu. “bapak….” Kata Zainun dengan nada kecewa dan semakin menangis mendengar ucapan Bapak tesebut. Ibu memegang pundak Zainun memberikan kekuatan, kemudian ia menyusul Bapak ke dalam kamar. Andi yang sejak tadi duduk di samping Zainun mengangkat kepalanya. “Inun…” panggil Andi lembut.”Inun dengar kata kakak?”kata andi sambil menyentuh pundak Zainun.  Zainun mengangkat kepalanya .”Inun tau kan kalau bapak sayang sama Inun?” kata Andi, Zainun hanya mengangguk.”kakak yakin, pasti Bapak juga akan senang kalau Inun jadi perempuan yang sukses. Tapi Inun juga harus tau, Bapak adalah anak terakhir dari keluarga besar kita. Keluarga besar kita sangat melarang anggota keluarga perempuan yang masih belum berkeluarga meninggalkan daerah kita” kata Andi menjelaskan.
“Memangnya kenapa dengan perempuan? Apa karena Inun perempuan Inun jadi kehilagan hak untuk belajar lebih baik di luar daerah ? Inun berbeda dengan sepupu-sepupu Inun yang harus mengubur cita-citanya karena ia perempuan” kata Zainun. Andi menghela nafas
“Inun sudah mendapakan tempat tinggal disana?” Tanya Andi.
“Lastri menawarkan Inun untuk tinggal bersama”
“Lastri anak H Somad?”
“iya kak”
“kakak percaya inun bisa menjaga diri baik-baik. Nanti kakak akan membantu biaya kuliah Inun. Inun harus rajin ya kuliah.”
“terimakasih banyak kak” kata Zainun sambil tersenyum.
***


Setelah solat subuh Zainun berpakaian rapi, kemudian keluar kamar dengan koper dan tas ranselnya. Tampak Bapak duduk termenung tatapan kosong di kursi goyangnya. Ibu dan Andi mendatangi Zainun. Zainun bersalaman kepada Andi kemudian kepada Ibu, Ibu mencium kening Zainun. Ibu mengeluarkan air mata “hati-hati ya nak”. Zainun hanya mengangguk menahan tangis.
Zainun menghampiri Bapak. “ Pak Zainun pamit ya pak. Inun minta do’a restu Bapak ya..” kata Zainun, namun Bapak tetap tidak merespon. ”Inun pamit pak, jaga kesehatan Bapak. Inun sayang Bapak” kata Zainun lalu mengambil koper dan keluar rumah. Lastri telah menunggu di luar dengan keluarganya. Bapak menoleh kearah Zainun sebelum Zainun benae-benar pergi. “Bapak juga sayang Inun” kata Bapak dengan suara kecil yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.
***
Zainun telah memulai perkuliahannya. Ia merupakan salah satu Mahasiswa yang sangat di perhitungkan. Begitupun dengan nilai-nilainya yang telah ia peroleh nilainya sangat memuaskan. Tekad Zainun untuk menunjukkan kepada keluarga besarnya bahwa ia dapat mencapai cita-citanya walaupun ia seorang perempuan sangat besar.
Zainun sampai di kamar kostnya, ia meletakkan tasnya di atas meja belajarnya. Zainun merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menarik napas panjang. Tak lama kemudian Lastri datang “kamu kenapa nun? Sudah dua hari ini tidurmu tidak nyenyak, kamu juga sering melamun?”
“Aku kangen Bapakku Las” kata Zainun. Lastri melihat iba kearah Zainun. “telfonlah Bapakmu Nun” kata Lastri. Zainun kemudian berdiri dan mengambil hp di tasnya, tiba-tiba ada telfon masuk dari Andi, kakaknya.”Assalamualaikum” kata Zainun. “Walaikumsalam’’ Andi menjawab dengan suara gemetar, “Inun…, Inun adik kakak, inun pulang ke rumah sekarang ya nun” kata Andi yang membuat Zainun kebingungan.”kenapa kak? Ada apa?” Tanya Zainun sediki berteriak. Andi berbicara di telfon menjelaskan situasi yang sedang terjadi di rumahnya. Bapak Zainun meninggal dunia. Tefon di tutup. Zainun terjatuh dan air matanya mengalir deras. Latri yang masih berada di dalam kamar menghampiri Zainun dan meragkulnya. “ada apa Nun?” Tanya Lastri, namun Zainun sudah tidak punya tenaga lagi walaupun hanya untuk menjawab pertanyaan Lastri.
Ibu Zainun duduk termenung di pinggir tepat tidurnya. Zainun menghampiri “maafkan Inun bu” kata Zainun yang kemudian langsung di peluk oleh Ibu. “inun… inun tau kan kalau Bapak sayang sama Inun?” Tanya Ibu. Zainun mengangguk. Ibu mengambil sebuah buku dari atas meja, “ini buku Bapak, Inun baca ya…” kata Ibu. Zainun membuka buku lembar demi lebar. “maafkan Inun Bu…, karena Inun bapak mendapatkan perilaku tidak baik dari keluarga besarnya. Inun akan buktikan kepada mereka bahwa Inun adalah anak yang dapat di banggakan” kata Inun. “Bapak selalu bela Inun di depan mereka, Inun harus buktikan itu, Bapak disana akan semakin bangga kepada Inun” kata Ibu. Merekapun saling bertukar pandang, Ibu kemudian memeluk Zainun.
***
Tujuh tahun setelah Bapak Zainun meninggal sekolah SD, SMP, dan SMA Budi Pekerti telah resmi menjadi sekolah nomor satu di daerahnya. Sekolah tersebut adalah sekolah yang didirikan oleh Zainun dan telah menjadi sekolah unggulan di daerah Zainun tinggal. “Bapakmu pasti bangga mempunyi anak perempuan sepertimu Nun, kamu adalah perempuan yang mempunyai tekad sangat kuat Nun” kata Pak Mahrus, kakak pertama Bapak Zainun. Zainun tersenyum, “Inun lebih bangga mempunyai Bapak seperti Bapak Inun, membiarkan Inun mencapai cita-cita Inun walau mendapat penolakan keras dari keluarga besar, karna Inun seorang perempuan” kata Zainun. “bapak… Inun sayang Bapak” kata Zainun dalam hati sambil memotong tumpeng syukuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar