ZAINUN
Ciptaan
: Rohmatus Soleha
“tapi
dia itu perempuan, yang dia perlukan yaitu pintar di dapur dan punya sopan
santun yang baik. Itu saja sudah cukup”. “sekarang bukan lagi zaman dimana
perempuan hanya berdiam diri di rumah pak, biarkan Zainun mengejar mimpinya,
mewujudkan cita-citanya”. Kata ibu sambil meletakkan piring di atas meja makan
yang terbuat dari kayu dengan enam kursi di sisinya.
“Bapak
tidak menyuruh zainun berdiam diri di rumah bu, bapak hanya tidak setuju kalau
Zainun kuliah. Akan jadi apa kelak dia bu? Bagaimana nasipnya jika dia telah
berkeluarga? Pokoknya bapak tidak setuju Zainun kuliah”. Kata bapak . kemudian
ia pergi kedalam kamar.
Zainun mendengar percakapan kedua orang tuanya dari dalam
kamar. Zainun sangat binggung dengan keadaan saat ini, ia sangat ingin
melanjutkan pendidikan di luar daerahnya dapat terwujudkan. Keluarga zainun
bukanlah keluarga yang mempuyai pemikiran yang kolot. keluarganya termasuk
salah satu keluarga terpandang di desanya. Tetapi di keluarga besarnya pamali
seorang perempuan pergi keluar dari
desanya seorang diri. Tapi Zainun bersikeras agar dapat menimba ilmu yang lebih
tinggi lagi di ibu kota provinsinya. Entalah Zainun seperti kesurupan akan
keinginannya itu, ia seperti sudah memasang tameng besi di telinganya, baginya
tak masalah seorang perempuan pergi keluar daerahnya asal mempunyai tujuan yang jelas.
“Pak.. Andi… Zainun…
makanannya sudah siap” pangil Ibu.
Zainun
keluar dari kamarnya, “iya bu..” kata
Zainun sambil menarik kursi untuk duduk. Tidak lama kemudian Andi sang kakak
dan Bapak duduk juga di meja makan. “Inun …, tidak baik melamun terus”. Kata
Andi yang membuat Zainun kaget, Zainun menoleh lalu tersenyum. “ kakak mau Inun
ambilkan nasi ?” Tanya Zainun mengalihkan pembicaraan. “iya boleh” kata Andi. “
Inun, bantulah ibumu mengurus rumah, jangan berada dalam kamar terus” kata
bapak. Zainun hanya menggangguk dengan tatapan kosong.
“sudah-sudah , ayo kita
makan. Ibu sudah memasakkan sayur lodeh kesukaan kalian” kata ibu.
“terimakasih ya bu.. “
kata Andi sambil tersenyum. Mereka makan bersama, Zainun makan, tetapi
tatapannya kosong.
“inun
tetap mau kuliah” kata Zainun yang tiba-tiba berhenti makan. Adi dan Ibu
tersedak mendengar kata-kata Zainun. “bagaimana bisa seorang Zainun bapak
berani membuat makan keluarga ini menjadi tidak nyaman” kata bapak ambil
menahan amarah. “Bapak,inun mau kuliah, inun ingin menjadi pengajar” kata
Zainun dengan air mata yang mulai mengalir. “Inun, Bapak sudah berulang kali
mengatakan TIDAK. Bapak tidak mengizinkan inun pergi dari kampung ini seorang
diri” kata bapak dengan marahnya.
“inun
sudah membaca pengumuman inun di terima
di universitas negeri di samarinda, tanggal 2 september nanti
perkuliahan sudah akan dimulai. Besok inun akan berangkat bersama Lastri” Kata
Zainun sambil terus mengusap air matanya yang tak mau berhenti.
“ZAINUN
AL ZAHRA” kata Bapak. Jika Bapak telah memanggil nama Zainun
secara lengkap maka Bapak telah marah sampai pada puncaknya. “Bapak dan
keluarga besar telah membicarakan hal tersebut. Tetapi keluarga besar kita
tidak setuju kamu kuliah di luar kota” kata Bapak dengan nada tinggi. “yang
tidak setuju Zainun kuliah adalah keluarga besar kita kan? Apa dengan menuruti
kemauan keluarga besar kita, mereka akan membantu Inun menggapai cita-cita
Inun? Apa mereka mau membiayai hidup Inun? Tidak kan pak ?” Zainun semakin
kesusahan menghapus air mata yang tidak mau berhenti.
Bapak
berdiri meninggalkan meja makan. “ hari kamis nanti keluarga Ikram akan datang
kemari” kata bapak sambil terus berlalu. “bapak….” Kata Zainun dengan nada
kecewa dan semakin menangis mendengar ucapan Bapak tesebut. Ibu memegang pundak
Zainun memberikan kekuatan, kemudian ia menyusul Bapak ke dalam kamar. Andi
yang sejak tadi duduk di samping Zainun mengangkat kepalanya. “Inun…” panggil
Andi lembut.”Inun dengar kata kakak?”kata andi sambil menyentuh pundak
Zainun. Zainun mengangkat kepalanya
.”Inun tau kan kalau bapak sayang sama Inun?” kata Andi, Zainun hanya
mengangguk.”kakak yakin, pasti Bapak juga akan senang kalau Inun jadi perempuan
yang sukses. Tapi Inun juga harus tau, Bapak adalah anak terakhir dari keluarga
besar kita. Keluarga besar kita sangat melarang anggota keluarga perempuan yang
masih belum berkeluarga meninggalkan daerah kita” kata Andi menjelaskan.
“Memangnya
kenapa dengan perempuan? Apa karena Inun perempuan Inun jadi kehilagan hak
untuk belajar lebih baik di luar daerah ? Inun berbeda dengan sepupu-sepupu
Inun yang harus mengubur cita-citanya karena ia perempuan” kata Zainun. Andi
menghela nafas
“Inun sudah mendapakan
tempat tinggal disana?” Tanya Andi.
“Lastri menawarkan Inun
untuk tinggal bersama”
“Lastri anak H Somad?”
“iya kak”
“kakak percaya inun
bisa menjaga diri baik-baik. Nanti kakak akan membantu biaya kuliah Inun. Inun
harus rajin ya kuliah.”
“terimakasih banyak
kak” kata Zainun sambil tersenyum.
***
Setelah
solat subuh Zainun berpakaian rapi, kemudian keluar kamar dengan koper dan tas
ranselnya. Tampak Bapak duduk termenung tatapan kosong di kursi goyangnya. Ibu
dan Andi mendatangi Zainun. Zainun bersalaman kepada Andi kemudian kepada Ibu,
Ibu mencium kening Zainun. Ibu mengeluarkan air mata “hati-hati ya nak”. Zainun
hanya mengangguk menahan tangis.
Zainun
menghampiri Bapak. “ Pak Zainun pamit ya pak. Inun minta do’a restu Bapak ya..”
kata Zainun, namun Bapak tetap tidak merespon. ”Inun pamit pak, jaga kesehatan
Bapak. Inun sayang Bapak” kata Zainun lalu mengambil koper dan keluar rumah.
Lastri telah menunggu di luar dengan keluarganya. Bapak menoleh kearah Zainun
sebelum Zainun benae-benar pergi. “Bapak juga sayang Inun” kata Bapak dengan
suara kecil yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.
***
Zainun
telah memulai perkuliahannya. Ia merupakan salah satu Mahasiswa yang sangat di
perhitungkan. Begitupun dengan nilai-nilainya yang telah ia peroleh nilainya
sangat memuaskan. Tekad Zainun untuk menunjukkan kepada keluarga besarnya bahwa
ia dapat mencapai cita-citanya walaupun ia seorang perempuan sangat besar.
Zainun
sampai di kamar kostnya, ia meletakkan tasnya di atas meja belajarnya. Zainun
merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menarik napas panjang. Tak lama
kemudian Lastri datang “kamu kenapa nun? Sudah dua hari ini tidurmu tidak
nyenyak, kamu juga sering melamun?”
“Aku
kangen Bapakku Las” kata Zainun. Lastri melihat iba kearah Zainun. “telfonlah
Bapakmu Nun” kata Lastri. Zainun kemudian berdiri dan mengambil hp di tasnya,
tiba-tiba ada telfon masuk dari Andi, kakaknya.”Assalamualaikum” kata Zainun.
“Walaikumsalam’’ Andi menjawab dengan suara gemetar, “Inun…, Inun adik kakak,
inun pulang ke rumah sekarang ya nun” kata Andi yang membuat Zainun
kebingungan.”kenapa kak? Ada apa?” Tanya Zainun sediki berteriak. Andi
berbicara di telfon menjelaskan situasi yang sedang terjadi di rumahnya. Bapak
Zainun meninggal dunia. Tefon di tutup. Zainun terjatuh dan air matanya
mengalir deras. Latri yang masih berada di dalam kamar menghampiri Zainun dan
meragkulnya. “ada apa Nun?” Tanya Lastri, namun Zainun sudah tidak punya tenaga
lagi walaupun hanya untuk menjawab pertanyaan Lastri.
Ibu
Zainun duduk termenung di pinggir tepat tidurnya. Zainun menghampiri “maafkan Inun
bu” kata Zainun yang kemudian langsung di peluk oleh Ibu. “inun… inun tau kan
kalau Bapak sayang sama Inun?” Tanya Ibu. Zainun mengangguk. Ibu mengambil
sebuah buku dari atas meja, “ini buku Bapak, Inun baca ya…” kata Ibu. Zainun membuka
buku lembar demi lebar. “maafkan Inun Bu…, karena Inun bapak mendapatkan perilaku
tidak baik dari keluarga besarnya. Inun akan buktikan kepada mereka bahwa Inun
adalah anak yang dapat di banggakan” kata Inun. “Bapak selalu bela Inun di
depan mereka, Inun harus buktikan itu, Bapak disana akan semakin bangga kepada
Inun” kata Ibu. Merekapun saling bertukar pandang, Ibu kemudian memeluk Zainun.
***
Tujuh
tahun setelah Bapak Zainun meninggal sekolah SD, SMP, dan SMA Budi Pekerti telah
resmi menjadi sekolah nomor satu di daerahnya. Sekolah tersebut adalah sekolah
yang didirikan oleh Zainun dan telah menjadi sekolah unggulan di daerah Zainun
tinggal. “Bapakmu pasti bangga mempunyi anak perempuan sepertimu Nun, kamu
adalah perempuan yang mempunyai tekad sangat kuat Nun” kata Pak Mahrus, kakak
pertama Bapak Zainun. Zainun tersenyum, “Inun lebih bangga mempunyai Bapak
seperti Bapak Inun, membiarkan Inun mencapai cita-cita Inun walau mendapat
penolakan keras dari keluarga besar, karna Inun seorang perempuan” kata Zainun.
“bapak… Inun sayang Bapak” kata Zainun dalam hati sambil memotong tumpeng
syukuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar