WANITA
DAN KARIR
Oleh: Royani Ruhui Rahayu
Terlihat tiga wanita cantik sedang asyik
membicarakan sesuatu. Di sebuah kamar mungil dengan nuansa alam milik salah
satu dari mereka. Dengan ditemani beberapa cangkir kopi dan sepiring jeruk
manis serta suasana hujan gerimis yang membuat mereka betah berlama-lama dan
enggan untuk beranjak pergi. Terkadang tawa mereka pun sampai memecahkan
keheningan.
Ternyata mereka sedang asyik membicarakan tentang
profesi mereka masing-masing. Semangat 45 menceritakan tentang profesi
masing-masing. Ya, mereka masih muda namun penuh semangat untuk berkarir.
Berawal dari si pemilik kamar, Nizah. Yang
kerjaannya naik turun gunung. Yang tak peduli dengan dandan. Nizah sering
diolok oleh ketiga temannya karena hanya Nizah yang belum memiliki calon suami.
Namun dengan enteng Nizah menjawab dengan judul lagunya Afgan “Jodoh Pasti
Bertemu”. Itu jurus ampuhnya yang akan membuat ketiga sahabatnya membungkam.
“Mungkin para lelaki tersebut ilfill dengan hobi
kamu, Zah. Mendaki Gunung, lewati lembah kayak Ninja Hatori” goda Ayu.
“Dan takut ditinggal terus mungkin, banyak lelaki
berpikir berkali-kali untuk menjadi partner hidupmu” tambah Nadya.
Namun dengan santai Nizah menjawab “ Terserah ah apa
respon mereka, kan aku mau mencari partner hidup yang tulus menerimaku apa
adanya”.
Tawa mereka pun pecah di tambah suara tawa Angga,
anaknya Ayu yang ikut-ikut tertawa karena ibu dan teman-teman ibunya tertawa.
Nizah melanjutkan ucapannya “Jika suamiku tidak
ingin mendaki gunung bersamaku, tak mengapa. Kita masih bisa menyusuri pantai
dan menyapa senja bersama. Kalau dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya,
sehingga kami tak sempat bercengkarama dengan alam, itu juga tak mengapa. Namun
pokoknya, anak-anak kami harus dibesarkan dari alam. Bukan oleh kota besar.
Anak laki-laki kami harus bisa manjat pohon, dan bermain di sawah. Anak
perempuan kami harus pandai berenang. Alam akan membentuk mereka menjadi
pribadi yang mandiri dan berjiwa besar”
“Kalian tahu mengapa aku mengatakan seperti itu?”
Tanya Nizah kepada teman-temannya.
“ Enggak tahuu…” serentak mereka menjawab.
“Baiklah akan ku beritahu, karena rumput yang
bergoyang tak akan mampu menjawabnya” kata Nizah dengan kepuitisannya.
“Enggak usah sok puitis, Zah” kata Nadya.
“Enggak sok, tapi emang puitis kok, week” kata Nizah
sambil menjulurkan lidah. “Karena Allah berfirman bahwa Dia menciptakan manusia
untuk menjadi khalifah di muka bumi, amanah yang bahkan semesta in tak sanggup
memikulnya. Maka biarkan anak-anak kami menjalankan amanah itu, Begitu pun
kami” lanjutnya.
“Kamu Zah, mboy yo dandan biar cepet laku.
Haha” goda Ayu.
“Mbak Ayu… Aku laku kok, mbak. Tapi belum untuk saat
ini” bela Nizah. “Aku tidak memiliki keanggunan seorang ratu, kecantikan
seorang putri. Aku hanyalah seorang yang mencintai alam. Aku tidak bisa bermain
bola, tapi aku bisa menyelam. Aku suka memasak kok. Aku tidak menyalahi
kodratku sebagai wanita”.
“Jadi terharu, hiks.” Kata Ayu.
“Apakah menurut kalian seorang surveyor menyalahi
kodrat sebagai wanita?” Tanya Nadya.
“Sebenarnya bukan masalah menyalahi kodrat, tapi
lebih ke emansipasi wanita” Jawab Ayu.
“Ya sih, walaupun aku seorang surveyor, aku juga
seorang wanita. Aku tahu pekerjaanku bukanlah pekerjaan yang biasa dilakukan
wanita pada umumnya. Aku akan pergi ke hutan, lahan proyek, tempat
pertambangan, pesisir laut hingga pulau terluar bumi pertiwi. Kita hampir
sehobi, Zah. Haha” kata Nadya sambil melirik Nizah.
“Wah, asyik. Kita bisa bersama-sama berpetualang,
aku melihat dan menambah ilmu tentang pekerjaanmu Nad” kata Nizah.
“Namun tetap ku ketahui bahwa menjadi ibu rumah
tangga dan mengabdi pada suami dan keluarga masih aku anggap sebagai pekerjaan
yang mulia. Aku ingin membesarkan dan merawat anak-anak dengan sebaik-baiknya
kasih sayang. Meskipun aku surveyor aku masihlah tetap seorang perempuan.
Meskipun lingkungan mendidikku untuk tangguh, aku tetap ingin menjaga perangai
seorang perempuan” kata Nadya.
“Wah wanita strong” kata Ayu.
“Owh jelas” jawab Nadya.
Mereka pun tertawa lagi. Sambil menyeruput kopi dan
memakan jeruk yang tersedia. Suasana makin menjadi hangat, padahal hujan tak
lagi gerimis. Namun turun dengan derasnya.
“Mbak Ayu tak ingin mencari pekerjaan untuk membantu
sang suami?” tanya Nadya.
“Suami sih enggak melarang mbak untuk bekerja, tapi
suami pengennya mbak cukup mengurus anak dan suami saja. Suami mbak bilang
laki-laki kan pemimpinnya wanita, dia sanggup kok menafkahi mbak dan Angga
dengan kerja kerasnya sendiri.”
“Wah suami yang pengertian” Kata Nizah.
“Menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah.
Akan ada saat dimana orang-orang di sekitarnya menyayangkan keputusannya.
Terkadang menunggu di rumah itu membosankan, namun senyuman, perhatian, dan
ucapan terimakasih yang tulus dari suami membuatku lupa kalau selalu terkurung
di rumah. Menjadi ibu rumah tangga memang tidak pernah mudah. Namun apakah
kalian sebagai wanita karir akan membayar gaji seorang baby sister dan asisten
rumah tangga untuk mengurusi anak kalian? Bukankah lebih membahagiakan jika
kita bisa berkasih sayang dengan cara yang menurut banyak orang tidak mudah?
Berusaha seorang istri, aku akan
berusaha menjadi perempuan yang menyenangkan apabila dipandang, mematuhi
kata-kata suami, dan akan berusaha menjaga harta dan kehormatanku saat suami
berada jauh. Kalian juga kan?
“Insya Allah” jawab Nadya dan Nizah bersamaan.
“Katakan Ya pada emansipasi wanita, tapi jangan
menganggap bahwa wanita bisa dan mampu melakukan segalanya. Wanita tetaplah
wanita. Yang tetap mempunyai batasan-batasan. Tak pantas kan wanita ikut
berkoar-koar di tengah jalan, ikut berdemo, berteriak-teriak sambil mengepalkan
tangan. Suara wanita kan juga aurat. Banyak hal lain yang bisa dilakukan wanita
salah satunya ikut meniti langkah di samping suaminya dan menjadi garda depan
untuk anak-anaknya, mengerti kata-kataku kan teman-teman?” kata Ayu. “Jadi,
kapan kalian akan menikah?”lanjut Ayu.
“Insya Allah tahun ini” jawab Nadya.
“Aamiin…” jawab Ayu dan Nizah.
“Kalau Nizah kapan?” tanya Nadya.
“Tunggu Allah menghendaki. Hehehe” Jawab Nizah
dengan senyuman mengejek.
Hujan masih turun, seolah betah untuk ikut
mendengarkan obrolan mereka. Ayu, Nizah, dan Nadya masih bercanda dengan Angga
yang bulan depan akan genap berusia 2 tahun. Senyuman tulus dari si balita
mungil itu makin menghangatkan suasana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar