Kamis, 08 Mei 2014

CERPEN PERHIMAP V



WANITA DAN KARIR
Oleh: Royani Ruhui Rahayu 

Terlihat tiga wanita cantik sedang asyik membicarakan sesuatu. Di sebuah kamar mungil dengan nuansa alam milik salah satu dari mereka. Dengan ditemani beberapa cangkir kopi dan sepiring jeruk manis serta suasana hujan gerimis yang membuat mereka betah berlama-lama dan enggan untuk beranjak pergi. Terkadang tawa mereka pun sampai memecahkan keheningan.
Ternyata mereka sedang asyik membicarakan tentang profesi mereka masing-masing. Semangat 45 menceritakan tentang profesi masing-masing. Ya, mereka masih muda namun penuh semangat untuk berkarir.
Berawal dari si pemilik kamar, Nizah. Yang kerjaannya naik turun gunung. Yang tak peduli dengan dandan. Nizah sering diolok oleh ketiga temannya karena hanya Nizah yang belum memiliki calon suami. Namun dengan enteng Nizah menjawab dengan judul lagunya Afgan “Jodoh Pasti Bertemu”. Itu jurus ampuhnya yang akan membuat ketiga sahabatnya membungkam.
“Mungkin para lelaki tersebut ilfill dengan hobi kamu, Zah. Mendaki Gunung, lewati lembah kayak Ninja Hatori” goda Ayu.
“Dan takut ditinggal terus mungkin, banyak lelaki berpikir berkali-kali untuk menjadi partner hidupmu” tambah Nadya.
Namun dengan santai Nizah menjawab “ Terserah ah apa respon mereka, kan aku mau mencari partner hidup yang tulus menerimaku apa adanya”.
Tawa mereka pun pecah di tambah suara tawa Angga, anaknya Ayu yang ikut-ikut tertawa karena ibu dan teman-teman ibunya tertawa.
Nizah melanjutkan ucapannya “Jika suamiku tidak ingin mendaki gunung bersamaku, tak mengapa. Kita masih bisa menyusuri pantai dan menyapa senja bersama. Kalau dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga kami tak sempat bercengkarama dengan alam, itu juga tak mengapa. Namun pokoknya, anak-anak kami harus dibesarkan dari alam. Bukan oleh kota besar. Anak laki-laki kami harus bisa manjat pohon, dan bermain di sawah. Anak perempuan kami harus pandai berenang. Alam akan membentuk mereka menjadi pribadi yang mandiri dan berjiwa besar”
“Kalian tahu mengapa aku mengatakan seperti itu?” Tanya Nizah kepada teman-temannya.
“ Enggak tahuu…” serentak mereka menjawab.
“Baiklah akan ku beritahu, karena rumput yang bergoyang tak akan mampu menjawabnya” kata Nizah dengan kepuitisannya.
“Enggak usah sok puitis, Zah” kata Nadya.
“Enggak sok, tapi emang puitis kok, week” kata Nizah sambil menjulurkan lidah. “Karena Allah berfirman bahwa Dia menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi, amanah yang bahkan semesta in tak sanggup memikulnya. Maka biarkan anak-anak kami menjalankan amanah itu, Begitu pun kami” lanjutnya.
“Kamu Zah, mboy yo dandan biar cepet laku. Haha” goda Ayu.
“Mbak Ayu… Aku laku kok, mbak. Tapi belum untuk saat ini” bela Nizah. “Aku tidak memiliki keanggunan seorang ratu, kecantikan seorang putri. Aku hanyalah seorang yang mencintai alam. Aku tidak bisa bermain bola, tapi aku bisa menyelam. Aku suka memasak kok. Aku tidak menyalahi kodratku sebagai wanita”.
“Jadi terharu, hiks.” Kata Ayu.
“Apakah menurut kalian seorang surveyor menyalahi kodrat sebagai wanita?” Tanya Nadya.
“Sebenarnya bukan masalah menyalahi kodrat, tapi lebih ke emansipasi wanita” Jawab Ayu.
“Ya sih, walaupun aku seorang surveyor, aku juga seorang wanita. Aku tahu pekerjaanku bukanlah pekerjaan yang biasa dilakukan wanita pada umumnya. Aku akan pergi ke hutan, lahan proyek, tempat pertambangan, pesisir laut hingga pulau terluar bumi pertiwi. Kita hampir sehobi, Zah. Haha” kata Nadya sambil melirik Nizah.
“Wah, asyik. Kita bisa bersama-sama berpetualang, aku melihat dan menambah ilmu tentang pekerjaanmu Nad” kata Nizah.
“Namun tetap ku ketahui bahwa menjadi ibu rumah tangga dan mengabdi pada suami dan keluarga masih aku anggap sebagai pekerjaan yang mulia. Aku ingin membesarkan dan merawat anak-anak dengan sebaik-baiknya kasih sayang. Meskipun aku surveyor aku masihlah tetap seorang perempuan. Meskipun lingkungan mendidikku untuk tangguh, aku tetap ingin menjaga perangai seorang perempuan” kata Nadya.
“Wah wanita strong” kata Ayu.
“Owh jelas” jawab Nadya.
Mereka pun tertawa lagi. Sambil menyeruput kopi dan memakan jeruk yang tersedia. Suasana makin menjadi hangat, padahal hujan tak lagi gerimis. Namun turun dengan derasnya.
“Mbak Ayu tak ingin mencari pekerjaan untuk membantu sang suami?” tanya Nadya.
“Suami sih enggak melarang mbak untuk bekerja, tapi suami pengennya mbak cukup mengurus anak dan suami saja. Suami mbak bilang laki-laki kan pemimpinnya wanita, dia sanggup kok menafkahi mbak dan Angga dengan kerja kerasnya sendiri.”
“Wah suami yang pengertian” Kata Nizah.
“Menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Akan ada saat dimana orang-orang di sekitarnya menyayangkan keputusannya. Terkadang menunggu di rumah itu membosankan, namun senyuman, perhatian, dan ucapan terimakasih yang tulus dari suami membuatku lupa kalau selalu terkurung di rumah. Menjadi ibu rumah tangga memang tidak pernah mudah. Namun apakah kalian sebagai wanita karir akan membayar gaji seorang baby sister dan asisten rumah tangga untuk mengurusi anak kalian? Bukankah lebih membahagiakan jika kita bisa berkasih sayang dengan cara yang menurut banyak orang tidak mudah? Berusaha  seorang istri, aku akan berusaha menjadi perempuan yang menyenangkan apabila dipandang, mematuhi kata-kata suami, dan akan berusaha menjaga harta dan kehormatanku saat suami berada jauh. Kalian juga kan?
“Insya Allah” jawab Nadya dan Nizah bersamaan.
“Katakan Ya pada emansipasi wanita, tapi jangan menganggap bahwa wanita bisa dan mampu melakukan segalanya. Wanita tetaplah wanita. Yang tetap mempunyai batasan-batasan. Tak pantas kan wanita ikut berkoar-koar di tengah jalan, ikut berdemo, berteriak-teriak sambil mengepalkan tangan. Suara wanita kan juga aurat. Banyak hal lain yang bisa dilakukan wanita salah satunya ikut meniti langkah di samping suaminya dan menjadi garda depan untuk anak-anaknya, mengerti kata-kataku kan teman-teman?” kata Ayu. “Jadi, kapan kalian akan menikah?”lanjut Ayu.
“Insya Allah tahun ini” jawab Nadya.
“Aamiin…” jawab Ayu dan Nizah.
“Kalau Nizah kapan?” tanya Nadya.
“Tunggu Allah menghendaki. Hehehe” Jawab Nizah dengan senyuman mengejek.
Hujan masih turun, seolah betah untuk ikut mendengarkan obrolan mereka. Ayu, Nizah, dan Nadya masih bercanda dengan Angga yang bulan depan akan genap berusia 2 tahun. Senyuman tulus dari si balita mungil itu makin menghangatkan suasana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar